Tanggal 22 Juni 1945, merupakan saat yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena saat itu atau 62 tahun yang lalu telah lahir Piagam Jakarta yang merupakan ruh dalam meletakkan landasan hukum pembangunan bangsa ini. Piagam Jakarta adalah naskah otentik Pembukaan UUD 45. Naskah tersebut disusun oleh Panitia Sembilan bentukan BPUPKI yang terdiri dari Ir Soekarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Salim, Achmad Subardjo, Wachid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Dalam alinea keempat naskah itu tercatat kalimat: ".... kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja....’’
Pada 9 Juli 1945, Soekarno menyebut Piagam Jakarta sebagai gentlemen’s agreement antara kelompok nasionalis-sekuler dan nasionalis-Muslim. Tapi pada 18 Agustus 1945, tujuh kata vital tadi akhirnya didrop. Alasannya, umat Kristen di Indonesia Timur tidak akan turut serta dalam negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan bila tujuh kata itu tetap dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45 sebagai Dasar Negara.
Mengomentari ultimatum itu, Dr M Natsir mengatakan,
“Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus, kita beristighfar. Insya Allah umat Islam tidak akan lupa.”
Upaya kekuatan Islam untuk merehabilitasi Piagam Jakarta pada Sidang Majelis Konstituante 1959 disabotase oleh Presiden Soekarno dengan menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Gagal lah usaha tersebut hingga sekarang.
Meskipun demikian, tokoh Masyumi Prof Kasman Singodimedjo dalam biografinya mengingatkan,
“Piagam Jakarta sebenarnya merupakan gentlemen’s agreement dari bangsa ini. Sayang, kalau generasi selanjutnya justru mengingkari sejarah.”
Memasuki era reformasi, UUD 45 memang mengalami amandemen. Hingga ini telah diamandemen sebanyak 4 kali, yakni pada tahun 1999 hingga yang terakhir tahun 2002.
Amandemen itu menimbulkan kontroversi. Ada yang menginginkan kembali ke UUD 45 yang asli (versi Dekrit). Sebagian lagi ingin mempertahankan UUD yang sudah diamandemen yaitu UUD 2002, dan ada yang menginginkan UUD yang sudah diamandemen ini diamandemen kembali untuk kelima kalinya. Untuk yang terakhir ini, sebagian mengusulkan amandemen terbatas, dan sebagian lagi amandemen overwhole atau keseluruhan. Tapi dalam kenyataannya jangankan merehabilitasi Piagam Jakarta, pembahasan amandemen UUD 45 malah sempat menggugat eksistensi Pasal 29 yang menegaskan landasan ketuhanan bangsa. (sumber: http://swaramuslim.net/)
0 komentar:
Post a Comment